Pengembangan
SDM
(Sumber Daya
Manusia)
Sumber daya manusia didefinisikan sebagai keseluruhan
orang-orang dalam organisasi yang memberikan kontribusi terhadap jalannya
organisasi. Sebagai sumber daya utama organisasi, perhatian penuh terhadap
sumber daya manusia harus diberikan terutama dalam kondisi lingkungan yang
serba tidak pasti. Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa penempatan pegawai
yang tepat tidak selalu menyebabkan keberhasilan. Kondisi lingkungan yang
cenderung berubah dan perencanaan karir dalam organisasi mengharuskan
organisasi terus-menerus melakukan penyesuaian. Pengembangan sumber daya
manusia meliputi aktivitas-aktivitas yang diarahkan terhadap pembelajaran
organisasi maupun individual. Pengembangan sumber daya manusia terwujud dalam aktivitas-aktivitas
yang ditujukan untuk merubah perilaku organisasi.
A. Pengertian Pengembangan SDM
Armstrong (1997:507) menyatakan sebagai berikut:
“Pengembangan sumber daya manusia berkaitan dengan tersedianya kesempatan dan
pengembangan belajar, membuat program-program training yang meliputi
perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi atas program-program tersebut”.
McLagan dan Suhadolnik (Wilson, 1999:10) mengatakan: “HRD
is the integrated use of training and development, career development, and
organisation development to improve individual and organisational effectiveness”.
(Pengembangan SDM adalah pemanfaatan pelatihan dan pengembangan, pengembangan
karir, dan pengembangan organisasi, yang terintegrasi antara satu dengan yang
lain, untuk meningkatkan efektivitas individual dan organisasi).
Definisi senada dikemukakan oleh Mondy and Noe (1990:270)
sebagai berikut: “Human resorce development is a planned, continuous effort
by management to improve employee competency levels and organizational
performance through training, education, and development programs”
(Pengembangan SDM adalah suatu usaha yang terencana dan berkelanjutan yang
dilakukan oleh organisasi dalam meningkatkan kompetensi pegawai dan kinerja
organisasi melalui program-program pelatihan, pendidikan, dan pengembangan).
Sedangkan Harris and DeSimone (1999:2) mengatakan sebagai
berikut: “Human resource development can be defined as a set of systematic
and planned activities designed by an organization to provide its members with
necessary skills to meet current and future job demands”. (Pengembangan SDM
dapat didefinisikan sebagai seperangkat aktivitas yang sistematis dan terencana
yang dirancang oleh organisasi dalam memfasilitasi para pegawainya dengan
kecakapan yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan, baik pada saat ini
maupun masa yang akan datang).
Sementara itu, Stewart dan McGoldrick (1996:1) mengatakan: “Human
resource development encompasses activities and processes which are intended to
have impact on organisational and individual learning”. (: Pengembangan SDM
meliputi berbagai kegiatan dan proses yang diarahkan pada terjadinya dampak
pembelajaran, baik bagi organisasi maupun bagi individu).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa Pengembangan
SDM adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dalam memfasilitasi
pegawai agar memiliki pengetahuan, keahlian, dan/atau sikap yang dibutuhkan
dalam menangani pekerjaan saat ini atau yang akan datang. Aktivitas yang
dimaksud, tidak hanya pada aspek pendidikan dan pelatihan saja, akan tetapi
menyangkut aspek karir dan pengembangan organisasi. Dengan kata
lain, PSDM berkaitan erat dengan upaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan
dan/atau sikap anggota organisasi serta penyediaan jalur karir yang didukung
oleh fleksibilitas organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.
Mengingat tujuan Pengembangan SDM berkaitan erat dengan
tujuan organisasi, maka program-program yang dirancang harus selalu berkaitan
erat dengan berbagai perubahan yang melingkupi organisasi, termasuk kemungkinan
adanya perubahan-perubahan dalam hal pekerjaan serta yang lebih penting
berkaitan erat dengan rencana strategis organisasi sehingga sumber-sumber daya
organisasi yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Walaupun telah disadari bahwa mengelola sumber daya manusia
merupakan hal yang vital dalam organisasi, namun melaksanakan hal tersebut
tidaklah mudah. Kadang-kadang para manajer dalam organisasi bingung untuk
memulai langkah awal dalam pengembangan sumber daya manusia.
B. Tujuan Pengembangan SDM
Secara umum tujuan pengembangan sumber daya manusia adalah
untuk memastikan bahwa organisasi mempunyai orang-orang yang berkualitas untuk
mencapai tujuan organisasi untuk meningkatkan kinerja dan pertumbuhan
(Armstong, 1997:507).
Tujuan tersebut di atas dapat dicapai dengan memastikan
bahwa setiap orang dalam organisasi mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam
mencapai tingkat kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan mereka
secara efektif. Selain itu perlu pula diperhatikan bahwa dalam upaya
pengembangan sumber daya manusia ini, kinerja individual dan kelompok adalah
subjek untuk peningkatan yang berkelanjutan dan bahwa orang-orang dalam
organisasi dikembangkan dalam cara yang sesuai untuk memaksimalkan potensi
serta promosi mereka.
Secara rinci tujuan pengembangan SDM dapat diuraikan sebagai
berikut:
·
Meningkatkan produktivitas kerja
Program pengembangan yang dirancang
dengan baik akan membantu meningkatkan produktivitas, kualitas, dan kuantitas
kerja pegawai. Hal ini disebabkan karena meningkatnya technical skill, human
skill, dan managerial skill karyawan yang bersangkutan.
·
Mencapai efisiensi
Efisiensi sumber-sumber daya
organisasi akan terjaga apabila program pengembangan dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan. Dengan kata lain pemborosan dapat ditekan, karena biaya produksi
kecil dan pada akhirnya daya saing organisasi dapat meningkat.
·
Meminimalisir kerusakan
Dengan program pengembangan yang
baik, maka tingkat kerusakan barang/produksi dan mesin-mesin dapat
diminimalisir karena para pegawai akan semakin terampil dalam melaksanakan
tugasnya.
·
Mengurangi kecelakaan
Dengan meningkatnya
keahlian/kecakapan pegawai dalam melaksanakan tugas, maka tingkat kecelakanaan
pun dapat diminimalisir.
·
Meningkatkan pelayanan
Pelayanan merupakan salah satu nilai
jual organisasi/perusahaan. Oleh karena itu, salah satu tujuan pengembangan sdm
adalah meningkatkan kemampuan pegawai dalam memberikan layanan kepada konsumen.
·
Memelihara moral pegawai
Moral pegawai diharapkan akan lebih
baik, karena dengan diberikannya kesempatan kepada pegawai untuk mengikuti
program pengembangan pegawai, maka pengetahuan dan keterampilannya diharapkan
sesuai dengan pekerjaannya, sehingga antusiasme pegawai untuk menyelesaikan
pekerjaan akan meningkat.
·
Meningkatan peluang karier
Karena pada umumnya promosi
didasarkan pada kemampuan dan keterampilan peagwai, maka kesempatan pegawai
yang telah mengikuti program pengembangan untuk meningkatkan karier akan
semakin terbuka dengan karena keahlian dan kemampuannya akan menjadi lebih baik.
·
Meningkatkan kemampuan konseptual
Pengembangan ditujukan pula untuk
meningkatkan kemampuan konseptual seorang pegawai. Dengan kemampuan yang
meningkat, maka diharapkan pengambilan keputusan atas suatu persoalan akan
menjadi lebih mudah dan akurat.
·
Meningkatkan kepemimpinan
Human relation adalah salah satu aspek yang
menjadi perhatian dalam program pengembangan. Dengan meningkatnya kemampuan human
relation, maka diharapkan hubungan baik ke atas, ke bawah, maupun ke
samping akan lebih mudah dilaksanakan.
·
Peningkatan balas jasa
Prestasi kerja pegawai yang telah
mengikuti program pengembangan diharapkan akan lebih baik. Seiring dengan
meningkatnya prestasi kerja pegawai, maka balas jasa atas prestasinya pun akan
semakin baik pula.
·
Peningkatan pelayanan kepada konsumen
Dengan meningkatnya kemampuan
pegawai, baik konseptual, maupun teknikal, maka upaya pemberian pelayanan
kepada konsumen pun akan berjalan lebih baik pula. Dengan demikian diharapkan
kepuasan konsumen seagai pemakai barang/jasa akan terpenuhi
C. Proses Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pada hakekatnya pengembangan sumber daya manusia diarahkan
untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar organisasi.
Setelah menentukan tujuan proses pengembangan sumber daya manusia, maka manajemen
dapat menentukan metode-metode yang cocok dan media yang tepat untuk memenuhi
tujuan yang telah ditentukan tersebut. Pada dasarnya banyak sekali metode dan
media yang dapat digunakan, namun dalam prakteknya, pemilihan metode tersebut
tergantung pada tujuan pengembangan sumber daya manusia. Secara umum,
pengembangan sumber daya manusia harus selalu dievaluasi secara terus-menerus
dalam rangka memfasilitasi perubahan dan memenuhi tujuan organisasi.
Dalam bentuk bagan, proses/tahap pengembangan sumber daya
manusia dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Menentukan Kebutuhan
Seperti tergambar dalam bagan, bahwa langkah pertama dalam
proses pengembangan sumber daya manusia adalah analisis kebutuhan Pengembangan
SDM yang menurut Werther and Davis (1996:286): “Needs assesments diagnoses
current problems and future challenges to be met through training and
development” (Analisis kebutuhan yaitu suatu proses mendiagnosa
masalah-masalah yang terjadi pada saat ini dan tantangan masa depan yang akan
diantisipasi melalui pelatihan dan pengembangan). Penentuan kebutuhan ini bukan
karena organisasi/perusahaan lain melakukan hal yang sama, akan tetapi harus
benar-benar dilandasi kebutuhan organisasi. Atau dengan kata lain prinsip
pertama yang harus dipenuhi adalah mengetahui apa yang dibutuhkan. Analisis
kebutuhan (needs assessment) adalah suatu penentuan kebutuhan pelatihan
yang sistematis yang terdiri dari tiga jenis analisis. Analisis-analisis
tersebut diperlukan dalam menentukan tujuan pelatihan. Ketiga analisis tersebut
adalah analisis organisasional (organisational analysis), analisis
pekerjaan (job analysis), dan analisis individual (individual
analysis).
a.
Analisis organisasional
adalah suatu analisis yang berusaha
untuk menjawab pertanyaan mengenai dimana tempat atau bagian mana dari
organisasi yang paling membutuhkan pelatihan dan faktor-faktor apa yang mungkin
mempengaruhi pelatihan. Dengan kata lain analisa organisasional berarti melihat
keseluruhan organisasi dalam menentukan dimana program-program pelatihan,
pendidikan, dan pengembangan akan diselenggarakan. Dalam analisa ini,
tujuan-tujuan strategis organisasi juga rencana-rencana organisasi, perlu
dipertimbangkan dengan seksama. Biasanya analisa ini juga dipikirkan pada waktu
proses perencanaan sumber daya manusia. Untuk melakukan analisis
organisasional, organisasi harus mempehatikan tujuan-tujuan organisasi,
inventarisasi pegawai, dan lingkungan organisasi. Selain itu perkiraan suplai
pegawai dan gap yang ada perlu mendapat perhatian.
b.
Analisis pekerjaan
adalah suatu analisis yang mencoba menjawab
mengenai apa yang seharusnya dilatihkan sehingga pegawai dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik. Dalam melakukan analisis pekerjaan, uraian pekerjaan
– yang menggambarkan pekerjaan yang harus dilakukan - dan deskripsi jabatan –
yang menggambarkan kompetensi yang yang harus dimiliki dalam melakukan suatu
pekerjaan - harus menjadi perhatian. Namun demikian, jika ternyata uraian
pekerjaan yang ada tidak cukup sebagai sumber informasi, bila perlu diadakan
wawancara terhadap para manajer dan para pegawai non-manajer (operasional)
untuk mendapat saran/masukan yang diinginkan sehubungan dengan rencana
penyelenggaraan program pengembangan pegawai.
c.
Analisis individual
adalah suatu analisis yang mencoba menjawab
mengenai siapa yang memerlukan pelatihan dan jenis pelatihan apa yang dibutuhkan
oleh para pegawai tersebut, dengan kata lain analisa individual memfokuskan
diri pada pegawai yang akan diikutsertakan dalam program pengembangan pegawai.
Cara sederhana dengan membandingkan
kinerja pegawai dengan standar yang telah ditentukan dapat digunakan. Apabila
hasil perbandingan menunjukkan tidak ada gap antara standar dengan kinerja,
maka program pengembangan tidak dibutuhkan. Jika ternyata kinerja pegawai di
bawah standar yang diinginkan, maka upaya lebih lanjut untuk mengetahui
penyebabnya perlu dilakukan. Selain cara tersebut di atas, bermain peran, dan
pusat pelatihan dapat juga digunakan dalam mengadakan analisa individual. Hasil
program perencanaan karir juga dapat digunakan sebagaimana pusat pelatihan.
2. Menetapkan Tujuan
Penentuan tujuan yang jelas merupakan hal yang tidak dapat
diindahkan. Tanpa tujuan yang jelas, maka upaya mendesain program-program
pelatihan dan pengembangan merupakan suatu hal yang sulit. Selain itu adanya
tujuan yang jelas akan mempermudah dalam hal pengukuran hasil yang diharapkan
sekaligus mengukur keberhasilan suatu program pengembangan.
3. Isi Program
Isi suatu program pelatihan dan pengembangan dirancang
berdasarkan analisis kebutuhan dan tujuan pelatihan dan pengembangan. Tujuan
program sangat bervariasi, misalnya membentuk pegawai agar mempunyai sikap
tertentu, memiliki keahlian tertentu, atau pemahaman akan pengetahuan tertentu.
Namun demikian hal penting yang harus diperhatikan adalah, isi program
pelatihan dan pengembangan harus dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan
individu yang diikutsertakan dalam program tersebut.
4.
Prinsip Pembelajaran
Dalam tataran ideal, suatu program pelatihan dan
pengembangan akan lebih efektif jika metode pelatihan yang diterapkan cocok
dengan gaya peserta pelatihan dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh
organisasi. Namun demikian, pembelajaran tidak dapat diobservasi, hanya
hasilnya saja yang dapat diukur.
Werther and Davis (1996:290) memaknai prinsip pembelajaran
sebagai berikut: “Learning principles are guidelines to the ways in which
people learn most effectively”. Secara bebas dapat diterjemahkan sebagai
berikut: Prinsip pembelajaran adalah rambu-rambu yang dipergunakan agar
seseorang dapat belajar dengan lebih efektif. Terdapat lima prinsip
pembelajaran sebagai berikut:
§
Participation (partisipasi)
Proses pembelajaran pada umumnya kan
lebih efektif jika peserta program ikut serta berpartisipasi aktif dalam
program yang diikutinya. Partisipasi yang tinggi pada umumnya meningkatkan
motivasi dan rasa memiliki yang tinggi yang pada akhirnya mempercepat proses
pembelajaran.
§
Repetition (pengulangan)
Pengulangan dilakukan untuk lebih
membantu peserta mengingat kembali apa yang telah disampaikan.
§
Relevance (relevansi)
Pembelajaran pada umumnya akan lebih
efektif jika materi yang akan dipelajari relevan/atau mempunyai makna bagi si
peserta.
§
Transference (transfer)
Jika kebutuhan akan pelatihan sesuai
dengan tuntutan pekerjaan, maka semakin cepat seseorang mempelajari apa yang
disampaikan. Misalnya, seorang pegawai yang bekerja di Bagian Keuangan akan
relatif lebih cepat mempelajari penggunaan sistem penataan keuangan baru yang
diberlakukan karena dalam melakukan pekerjaannya yang bersangkutan harus
menggunakan sistem tersebut.
§
Feedback (umpan balik)
Umpan balik berarti memberikan
informasi kepada peserta pelatihan mengenai kemajuan yang teleh dicapai. Umpan
balik sangat berguna bagi peserta pelatihan untuk dapat mengevaluasi diri
sampai sejauh mana hasil usaha yang dilakukan dan akan mempercepat proses
pembelajaran.
5. Melaksanakan Program
Suatu program pengembangan sumber daya manusia yang baik
akan gagal apabila manajemen tidak mampu meyakinkan peserta akan manfaat
program-program tersebut. Peserta harus mempunyai keyakinan bahwa
program-program tersebut akan mampu membantu mereka dalam mencapai
tujuan-tujuan pribadi dan profesional mereka.
Disadari bahwa tidak mudah mengimplementasikan
program-program pengembangan ini. Adapun penyebabnya adalah para manajer
cenderung berorientasi pada aksi/tindakan dan kurang memberikan perhatian pada
pengembangan sumber daya manusia. Penyebab lainnya adalah kurangnya pelatih
yang berkualitas. Berkualiatas dalam konteks ini adalah mereka yang selain
mempunyai keahlian dalam hal komunikasi, juga harus mengetahui filosofi
organisasi, tujuan organisasi, organisasi formal dan informal, tujuan-tujuan
program pelatihan. Hambatan lainnya adalah penyimpanan catatan (record
keeping). Catatan prestasi ini harus dibuat sedemikian rupa
Suatu program baru harus dimonitor secara hati-hati,
terutama pada saaat program tersebut baru dimulai. Seperti diketahui bahwa
pelatihan berkaitan dengan perubahan dimana sebagian pegawai mungkin akan
menolak perubahan yang terjadi, sebagaian lain mungkin akan menunggu dan
berharap agar program tersebut gagal. Umpan balik dari peserta sangatlah
penting dalam tahap ini. Semakin cepat masalah dipecahkan akan semakin besar
peluang program tersebut untuk sukses.
Dalam pelaksanaan program perlu diperhatikan pengunaan
metode. Pada dasarnya banyak metode yang dapat digunakan dalam pengembangan
sumber daya manusia, namun demikian penggunaannya harus disesuaikan dengan
jenis program pengembangan yang diselengarakan. Satu metode mungkin baik untuk
satu jenis program, akan tetapi belum tentu baik untuk program yang lainnya.
Dari berbagai metode yang ada, yang paling umum digunakan adalah training/pelatihan.
Selain apa yang telah diuraikan di atas, dalam pelaksanaan
program pelatihan dan/atau pengembangan, perlu juga diperhatikan pemilihan dan
penggunaan media. Seperti juga metode, organisasi dihadapkan pada berbagai
pilihan dalam menggunakan media. Media yang dimaksudkan disini adalah
metode-metode khusus dalam mengkomunikasikan ide-ide dan konsep-konsep dalam
pelatihan dan pengembangan. Media ini termasuk video tape, film,
closed-circuit television, slide projector, overhead projector, flipcharts, dan
chalkboards.
6. Mengevaluasi Program
Tahap akhir dalam proses pengembangan sumber daya manusia
adalah mengadakan evaluasi atas program-program yang dilaksanakan, mengukur
sejauh mana kefektifan program telah dicapai. Tahap ini merupakan tahap yang
penting karena akan menunjukkan sejauh mana manfaat yang didapatkan oleh
organisasi melalui program-program tersebut. Oleh karena itu departemen Pengembangan
SDM harus mendokumentasikan upaya tersebut dan menunjukkan pada manajemen bahwa
usaha tersebut benar-benar merupakan usaha yang memberikan manfaat bagi
organisasi.
Pada dasarnya, evaluasi atas suatu program pengembangan
harus meliputi beberapa aspek aspek, yaitu (1) tanggapan peserta atas program
yang dijalankan, (2) sejauh mana peserta telah mempelajari dan menguasai materi
yang diberikan, (3) kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan baru
yang telah diperoleh dan (4) apakah tujuan program pengembangan yang
dicanangkan telah tercapai.
Evaluasi suatu program dengan menanyakan kepada peserta
merupakan suatu pendekatan yang realtif murah dan merupakan respon serta saran
yang segera dalam peningkatan program pengembangan selanjutnya. Namun demikian
evaluasi dengan cara ini terkadang lebih didasarkan kepada pendapat peserta
dibandingkan dengan fakta, karena terkadang pertanyaan yang diajukan sebetulnya
tidak dapat dijawab dengan segera. Evaluasi atas materi yang didapat selama
mengikuti program pengembangan dengan jalan melakukan pretest – posttest
yaitu suatu metode penggunaan test yang sama yang diberikan sebelum dan sesudah
program pengambangan. Perbandingan hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai
gambaran sejauh mana materi telah dipahami oleh peserta. Cara lain yang dapat
dilakukan adalah control group design, yaitu dengan cara menguji
kelompok pegawai yang mengikuti program pengembangan dan kelompok pegawai yang
tidak mengikuti program pengembangan. Hasil yang didapat dari kedua kelompok
dapat dijadikan gambaran sejauh mana materi dapat dipahami.
Evaluasi atas kemampuan peserta dalam mengaplikasikan
pengetahuan yang diperoleh dapat dilihat/diamati dari perilaku pegawai yang
telah mengikuti program ketika ia kembali ke tempat kerja. Jika seorang pegawai
mengikuti program pelatihan mengenai pendelegasian wewenang akan tetapi ketika
kembali ke tempat kerjanya ia tetap dengan pola lama yang telah ia ikuti selama
bertahun-tahun tanpa delegasi wewenang, dapat dikatakan yang bersangkutan gagal
memahami isi seminar sehingga organisasi tidak mendapat kontribusi apapun.
Evaluasi atas tujuan program pengembangan dapat dilihat dari
kinerja organisasi. Misalnya suatu program pelatihan bertujuan untuk
meminimalisir tingkat kesalahan dalam pengerjaan suatu produk. Jika setelah
pelatihan berakhir dan diimplementasikan dalam pekerjaan ternyata tingkat
kerusakan tetap sama, dapat dikatakan program tersebut kurang memberikan dampak
yang berarti pada organisasi. Selain itu mungkin saja suatu aspek meningkat
setelah pegawai mengikuti program pelatihan akan tetapi aspek lain justru
mengalami penurunan.
Sementara itu evaluasi pelatihan menurut Marchington and Wilkinson (1996), bersumber dari hasil pemikiran
Kirkpatrick (1972) yang membagi evaluasi ke dalam 4 (empat) tingkatan, yaitu reaction,
immediate, intermediate, and ultimate level.
d. Reaction level
Mengukur apa yang peserta pelatihan
rasakan mengenai pelatihan yang mereka ikuti. Pada dasarnya tidak ada studi
yang membuktikan bahwa reaksi peserta yang baik akan meningkatkan kinerja
pegawai, namun demikian dapat diasumsikan bahwa apabila peserta merasa puas
dengan program pelatihan yang mereka ikuti, maka mereka akan mengaplikasikan
apa yang mereka dapat dalam pelatihan ke lingkungan kerja.
Namun demikian, Frances dan Bee
(1995) berpendapat bahwa reaction level hanya sebagian dari gambaran
evaluasi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa reaction level tidak
memberikan gambaran yang jelas mengenai apakah pelatihan yang diberikan
mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak atau apa yang telah didapat dari
pelatihan, atau bagaiman apengaruhnya terhadap kinerja pegawai/organisasi.
e. Immediate level
Mengukur mengenai apa yang telah
dipelajari oleh peserta dari pelatihan yang diselenggarakan. Menurut Frances
dan Bee (1995) ada dua tipe immediate level. Yang pertama mengukur
apakah tujuan pelatihan telah tercapai. Sedangkan yang kedua mengukur apa yang
telah dicapai dari pelatihan. Oleh karena itu penilaian sebelum dan sesudah
pelatihan perlu dilakukan, sehingga akan terlihat hasil dari pelatihan yang
diselenggarakan.
f.
Intermediate level
Mengukur efek pelatihan terhadap
kinerja. Dengan kata lain evaluasi ini ingin melihat apakah ada peningkatan
dalam kinerja atau tidak atau sejauh mana peningkatan kinerja setelah pelatihan
selesai dilakukan. Selanjutnya, evaluasi ini menilai apakah gap yang ada telah
berhasil dijembatani. Namun demikian, Frances dan Bee (1995) menilai bahwa
masih ada beberapa masalah jika tidak ada indikator kinerja yang ditentukan
sejak awal dan level pra-pelatihan tidak diukur.
g. Ultimate level
Mengukur/menilai hasil pelatihan
pada kinerja organisasi secara keseluruhan. Level ini terutama berkaitan dengan
bagaimana para pegawai mengerjakan pekerjaan mereka. Dengan kata lain ultimate
level melihat pada hasil perubahan kinerja yang berdampak pada kinerja
organisasi. Melihat rumitnya level ini, para ahli sepakat menilai bahwa level
ini adalah level yang paling sulit untuk dilaksanakan. Frances dan Bee
(1995:257) mengemukakan tiga alasan mengapa level ini sangat sulit untuk
dilakukan/dievaluasi. Pertama, tidak adanya ukuran yang jelas. Kedua, ada
beberapa faktor lain selain pelatihan yang dapat mengintervensi dan
mempengaruhi hasil evaluasi. Ketiga, ukuran kinerja sering berkaitan dengan
seluruh unit. Jika pelatihan tidak diarahkan/diberikankepada seluruh pegawai
dalam unit yang bersangkutan, maka akan sangat sulit untuk mengidentifikasi
efek pelatihan terhadap individu atau kelompok pegawai yang telah mendapat
pelatihan.
Selain apa yang telah diuraikan oleh Kirkpatrick, Reilly dan Clarke (1990:120-121) membagi evaluasi
menjadi tiga jenis evaluasi, yaitu in-course evaluation, end-of-course
evaluation, and long-term evaluation.
- In-course evaluation
Kadang-kadang terlihat agak tumpang
tindih dengan fungsi monitoring. Karena evaluasi tipe ini berusaha untuk mencek
secara teratur mengenai apakah pelatihan berjalan dengan benar. Cara yang
biasanya dilakukan adalah dengan mengadakan monitoring per hari atau per minggu
dengan jalan memberikan kuesioner atau mereview setiap sesi yang telah
dijalani. Keuntungan tipe ini adalah, penyelengara akan mengetahui dengan cepat
masalah-masalah yang berkembang dan ketidakpuasan yang dialami peserta.
- End-of-course evaluation
adalah tipe evaluasi yang paling
umum dalam setiap program pelatihan. Validasi pada umumnya termasuk evaluasi
tipe ini. Tujuan evaluasi ini adalah untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
yang telah disebutkan sebelumnya. Sarana yang digunakan untuk menilai pemahaman
partisipan pada umumnya adalah ujian, essay, dan praktek dengan berbagai
variasi. Selain itu, pernyataan partisipan tentang apakah mereka
mempertimbangkan tujuan dan sasaran yang telah tercapai juga termasuk validasi.
Saran lain yang paling umum adalah menggunakan kuesioner. Kadang-kadang
penggunaan kuesioner diikuti dengan diskusi tentang respon/ tanggapan dari
partisipan. Namun demikian, penggunaan kuesioner ini seringkali kurang efektif,
karena cencerung menghasilkan evaluasi yang bersifat menyenangkan penyelenggara
(happy sheet).
- Long-term evaluation
adalah yang paling dipercaya sebagai
satu-satunya yang paling bernilai. Namun demikian, diakui sangat sulit untuk
mengukur kinerja partisipan setelah mereka kembali ke pekerjannya
masing-masing. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh partisipan itu sendiri.
Sangat mudah untuk melupakan apa yang telah didapatkan dari pelatihan segera
setelah selesai mengikuti pelatihan.
terimakasih
BalasHapus