Sabtu, 16 November 2013

Pengembangan SDM



Pengembangan SDM  
(Sumber Daya Manusia)
Sumber daya manusia didefinisikan sebagai keseluruhan orang-orang dalam organisasi yang memberikan kontribusi terhadap jalannya organisasi. Sebagai sumber daya utama organisasi, perhatian penuh terhadap sumber daya manusia harus diberikan terutama dalam kondisi lingkungan yang serba tidak pasti. Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa penempatan pegawai yang tepat tidak selalu menyebabkan keberhasilan. Kondisi lingkungan yang cenderung berubah dan perencanaan karir dalam organisasi mengharuskan organisasi terus-menerus melakukan penyesuaian. Pengembangan sumber daya manusia meliputi aktivitas-aktivitas yang diarahkan terhadap pembelajaran organisasi maupun individual. Pengembangan sumber daya manusia terwujud dalam aktivitas-aktivitas yang ditujukan untuk merubah perilaku organisasi.
A. Pengertian Pengembangan SDM
Armstrong (1997:507) menyatakan sebagai berikut: “Pengembangan sumber daya manusia berkaitan dengan tersedianya kesempatan dan pengembangan belajar, membuat program-program training yang meliputi perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi atas program-program tersebut”.
McLagan dan Suhadolnik (Wilson, 1999:10) mengatakan: “HRD is the integrated use of training and development, career development, and organisation development to improve individual and organisational effectiveness”. (Pengembangan SDM adalah pemanfaatan pelatihan dan pengembangan, pengembangan karir, dan pengembangan organisasi, yang terintegrasi antara satu dengan yang lain, untuk meningkatkan efektivitas individual dan organisasi).
Definisi senada dikemukakan oleh Mondy and Noe (1990:270) sebagai berikut: “Human resorce development is a planned, continuous effort by management to improve employee competency levels and organizational performance through training, education, and development programs” (Pengembangan SDM adalah suatu usaha yang terencana dan berkelanjutan yang dilakukan oleh organisasi dalam meningkatkan kompetensi pegawai dan kinerja organisasi melalui program-program pelatihan, pendidikan, dan pengembangan).
Sedangkan Harris and DeSimone (1999:2) mengatakan sebagai berikut: “Human resource development can be defined as a set of systematic and planned activities designed by an organization to provide its members with necessary skills to meet current and future job demands”. (Pengembangan SDM dapat didefinisikan sebagai seperangkat aktivitas yang sistematis dan terencana yang dirancang oleh organisasi dalam memfasilitasi para pegawainya dengan kecakapan yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan, baik pada saat ini maupun masa yang akan datang).
Sementara itu, Stewart dan McGoldrick (1996:1) mengatakan: “Human resource development encompasses activities and processes which are intended to have impact on organisational and individual learning”. (: Pengembangan SDM meliputi berbagai kegiatan dan proses yang diarahkan pada terjadinya dampak pembelajaran, baik bagi organisasi maupun bagi individu).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa Pengembangan SDM adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dalam memfasilitasi pegawai agar memiliki pengetahuan, keahlian, dan/atau sikap yang dibutuhkan dalam menangani pekerjaan saat ini atau yang akan datang. Aktivitas yang dimaksud, tidak hanya pada aspek pendidikan dan pelatihan saja, akan tetapi menyangkut aspek karir dan pengembangan organisasi. Dengan kata lain, PSDM berkaitan erat dengan upaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan/atau sikap anggota organisasi serta penyediaan jalur karir yang didukung oleh fleksibilitas organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.
Mengingat tujuan Pengembangan SDM berkaitan erat dengan tujuan organisasi, maka program-program yang dirancang harus selalu berkaitan erat dengan berbagai perubahan yang melingkupi organisasi, termasuk kemungkinan adanya perubahan-perubahan dalam hal pekerjaan serta yang lebih penting berkaitan erat dengan rencana strategis organisasi sehingga sumber-sumber daya organisasi yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Walaupun telah disadari bahwa mengelola sumber daya manusia merupakan hal yang vital dalam organisasi, namun melaksanakan hal tersebut tidaklah mudah. Kadang-kadang para manajer dalam organisasi bingung untuk memulai langkah awal dalam pengembangan sumber daya manusia.
B. Tujuan Pengembangan SDM
Secara umum tujuan pengembangan sumber daya manusia adalah untuk memastikan bahwa organisasi mempunyai orang-orang yang berkualitas untuk mencapai tujuan organisasi untuk meningkatkan kinerja dan pertumbuhan (Armstong, 1997:507).
Tujuan tersebut di atas dapat dicapai dengan memastikan bahwa setiap orang dalam organisasi mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam mencapai tingkat kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif. Selain itu perlu pula diperhatikan bahwa dalam upaya pengembangan sumber daya manusia ini, kinerja individual dan kelompok adalah subjek untuk peningkatan yang berkelanjutan dan bahwa orang-orang dalam organisasi dikembangkan dalam cara yang sesuai untuk memaksimalkan potensi serta promosi mereka.
Secara rinci tujuan pengembangan SDM dapat diuraikan sebagai berikut:
·         Meningkatkan produktivitas kerja
Program pengembangan yang dirancang dengan baik akan membantu meningkatkan produktivitas, kualitas, dan kuantitas kerja pegawai. Hal ini disebabkan karena meningkatnya technical skill, human skill, dan managerial skill karyawan yang bersangkutan.
·         Mencapai efisiensi
Efisiensi sumber-sumber daya organisasi akan terjaga apabila program pengembangan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Dengan kata lain pemborosan dapat ditekan, karena biaya produksi kecil dan pada akhirnya daya saing organisasi dapat meningkat.
·         Meminimalisir kerusakan
Dengan program pengembangan yang baik, maka tingkat kerusakan barang/produksi dan mesin-mesin dapat diminimalisir karena para pegawai akan semakin terampil dalam melaksanakan tugasnya.
·         Mengurangi kecelakaan
Dengan meningkatnya keahlian/kecakapan pegawai dalam melaksanakan tugas, maka tingkat kecelakanaan pun dapat diminimalisir.
·         Meningkatkan pelayanan
Pelayanan merupakan salah satu nilai jual organisasi/perusahaan. Oleh karena itu, salah satu tujuan pengembangan sdm adalah meningkatkan kemampuan pegawai dalam memberikan layanan kepada konsumen.
·         Memelihara moral pegawai
Moral pegawai diharapkan akan lebih baik, karena dengan diberikannya kesempatan kepada pegawai untuk mengikuti program pengembangan pegawai, maka pengetahuan dan keterampilannya diharapkan sesuai dengan pekerjaannya, sehingga antusiasme pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan akan meningkat.
·         Meningkatan peluang karier
Karena pada umumnya promosi didasarkan pada kemampuan dan keterampilan peagwai, maka kesempatan pegawai yang telah mengikuti program pengembangan untuk meningkatkan karier akan semakin terbuka dengan karena keahlian dan kemampuannya akan menjadi lebih baik.
·         Meningkatkan kemampuan konseptual
Pengembangan ditujukan pula untuk meningkatkan kemampuan konseptual seorang pegawai. Dengan kemampuan yang meningkat, maka diharapkan pengambilan keputusan atas suatu persoalan akan menjadi lebih mudah dan akurat.
·         Meningkatkan kepemimpinan
Human relation adalah salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam program pengembangan. Dengan meningkatnya kemampuan human relation, maka diharapkan hubungan baik ke atas, ke bawah, maupun ke samping akan lebih mudah dilaksanakan.
·         Peningkatan balas jasa
Prestasi kerja pegawai yang telah mengikuti program pengembangan diharapkan akan lebih baik. Seiring dengan meningkatnya prestasi kerja pegawai, maka balas jasa atas prestasinya pun akan semakin baik pula.
·         Peningkatan pelayanan kepada konsumen
Dengan meningkatnya kemampuan pegawai, baik konseptual, maupun teknikal, maka upaya pemberian pelayanan kepada konsumen pun akan berjalan lebih baik pula. Dengan demikian diharapkan kepuasan konsumen seagai pemakai barang/jasa akan terpenuhi
C. Proses Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pada hakekatnya pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar organisasi. Setelah menentukan tujuan proses pengembangan sumber daya manusia, maka manajemen dapat menentukan metode-metode yang cocok dan media yang tepat untuk memenuhi tujuan yang telah ditentukan tersebut. Pada dasarnya banyak sekali metode dan media yang dapat digunakan, namun dalam prakteknya, pemilihan metode tersebut tergantung pada tujuan pengembangan sumber daya manusia. Secara umum, pengembangan sumber daya manusia harus selalu dievaluasi secara terus-menerus dalam rangka memfasilitasi perubahan dan memenuhi tujuan organisasi.






Dalam bentuk bagan, proses/tahap pengembangan sumber daya manusia dapat digambarkan sebagai berikut:
Description: http://www.stialanbandung.ac.id/images/stories/stories/sdm1b.jpg
1.     Menentukan Kebutuhan
Seperti tergambar dalam bagan, bahwa langkah pertama dalam proses pengembangan sumber daya manusia adalah analisis kebutuhan Pengembangan SDM yang menurut Werther and Davis (1996:286): “Needs assesments diagnoses current problems and future challenges to be met through training and development” (Analisis kebutuhan yaitu suatu proses mendiagnosa masalah-masalah yang terjadi pada saat ini dan tantangan masa depan yang akan diantisipasi melalui pelatihan dan pengembangan). Penentuan kebutuhan ini bukan karena organisasi/perusahaan lain melakukan hal yang sama, akan tetapi harus benar-benar dilandasi kebutuhan organisasi. Atau dengan kata lain prinsip pertama yang harus dipenuhi adalah mengetahui apa yang dibutuhkan. Analisis kebutuhan (needs assessment) adalah suatu penentuan kebutuhan pelatihan yang sistematis yang terdiri dari tiga jenis analisis. Analisis-analisis tersebut diperlukan dalam menentukan tujuan pelatihan. Ketiga analisis tersebut adalah analisis organisasional (organisational analysis), analisis pekerjaan (job analysis), dan analisis individual (individual analysis).

a.      Analisis organisasional
adalah suatu analisis yang berusaha untuk menjawab pertanyaan mengenai dimana tempat atau bagian mana dari organisasi yang paling membutuhkan pelatihan dan faktor-faktor apa yang mungkin mempengaruhi pelatihan. Dengan kata lain analisa organisasional berarti melihat keseluruhan organisasi dalam menentukan dimana program-program pelatihan, pendidikan, dan pengembangan akan diselenggarakan. Dalam analisa ini, tujuan-tujuan strategis organisasi juga rencana-rencana organisasi, perlu dipertimbangkan dengan seksama. Biasanya analisa ini juga dipikirkan pada waktu proses perencanaan sumber daya manusia. Untuk melakukan analisis organisasional, organisasi harus mempehatikan tujuan-tujuan organisasi, inventarisasi pegawai, dan lingkungan organisasi. Selain itu perkiraan suplai pegawai dan gap yang ada perlu mendapat perhatian.
b.                              Analisis pekerjaan
 adalah suatu analisis yang mencoba menjawab mengenai apa yang seharusnya dilatihkan sehingga pegawai dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Dalam melakukan analisis pekerjaan, uraian pekerjaan – yang menggambarkan pekerjaan yang harus dilakukan - dan deskripsi jabatan – yang menggambarkan kompetensi yang yang harus dimiliki dalam melakukan suatu pekerjaan - harus menjadi perhatian. Namun demikian, jika ternyata uraian pekerjaan yang ada tidak cukup sebagai sumber informasi, bila perlu diadakan wawancara terhadap para manajer dan para pegawai non-manajer (operasional) untuk mendapat saran/masukan yang diinginkan sehubungan dengan rencana penyelenggaraan program pengembangan pegawai.
c.                               Analisis individual
 adalah suatu analisis yang mencoba menjawab mengenai siapa yang memerlukan pelatihan dan jenis pelatihan apa yang dibutuhkan oleh para pegawai tersebut, dengan kata lain analisa individual memfokuskan diri pada pegawai yang akan diikutsertakan dalam program pengembangan pegawai.
Cara sederhana dengan membandingkan kinerja pegawai dengan standar yang telah ditentukan dapat digunakan. Apabila hasil perbandingan menunjukkan tidak ada gap antara standar dengan kinerja, maka program pengembangan tidak dibutuhkan. Jika ternyata kinerja pegawai di bawah standar yang diinginkan, maka upaya lebih lanjut untuk mengetahui penyebabnya perlu dilakukan. Selain cara tersebut di atas, bermain peran, dan pusat pelatihan dapat juga digunakan dalam mengadakan analisa individual. Hasil program perencanaan karir juga dapat digunakan sebagaimana pusat pelatihan.
2.  Menetapkan Tujuan
Penentuan tujuan yang jelas merupakan hal yang tidak dapat diindahkan. Tanpa tujuan yang jelas, maka upaya mendesain program-program pelatihan dan pengembangan merupakan suatu hal yang sulit. Selain itu adanya tujuan yang jelas akan mempermudah dalam hal pengukuran hasil yang diharapkan sekaligus mengukur keberhasilan suatu program pengembangan.
3. Isi Program
Isi suatu program pelatihan dan pengembangan dirancang berdasarkan analisis kebutuhan dan tujuan pelatihan dan pengembangan. Tujuan program sangat bervariasi, misalnya membentuk pegawai agar mempunyai sikap tertentu, memiliki keahlian tertentu, atau pemahaman akan pengetahuan tertentu. Namun demikian hal penting yang harus diperhatikan adalah, isi program pelatihan dan pengembangan harus dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan individu yang diikutsertakan dalam program tersebut.
4. Prinsip Pembelajaran
Dalam tataran ideal, suatu program pelatihan dan pengembangan akan lebih efektif jika metode pelatihan yang diterapkan cocok dengan gaya peserta pelatihan dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh organisasi. Namun demikian, pembelajaran tidak dapat diobservasi, hanya hasilnya saja yang dapat diukur.
Werther and Davis (1996:290) memaknai prinsip pembelajaran sebagai berikut: “Learning principles are guidelines to the ways in which people learn most effectively”. Secara bebas dapat diterjemahkan sebagai berikut: Prinsip pembelajaran adalah rambu-rambu yang dipergunakan agar seseorang dapat belajar dengan lebih efektif. Terdapat lima prinsip pembelajaran sebagai berikut:
§  Participation (partisipasi)
Proses pembelajaran pada umumnya kan lebih efektif jika peserta program ikut serta berpartisipasi aktif dalam program yang diikutinya. Partisipasi yang tinggi pada umumnya meningkatkan motivasi dan rasa memiliki yang tinggi yang pada akhirnya mempercepat proses pembelajaran.
§             Repetition (pengulangan)
Pengulangan dilakukan untuk lebih membantu peserta mengingat kembali apa yang telah disampaikan.
§  Relevance (relevansi)
Pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif jika materi yang akan dipelajari relevan/atau mempunyai makna bagi si peserta.
§  Transference (transfer)
Jika kebutuhan akan pelatihan sesuai dengan tuntutan pekerjaan, maka semakin cepat seseorang mempelajari apa yang disampaikan. Misalnya, seorang pegawai yang bekerja di Bagian Keuangan akan relatif lebih cepat mempelajari penggunaan sistem penataan keuangan baru yang diberlakukan karena dalam melakukan pekerjaannya yang bersangkutan harus menggunakan sistem tersebut.
§  Feedback (umpan balik)
Umpan balik berarti memberikan informasi kepada peserta pelatihan mengenai kemajuan yang teleh dicapai. Umpan balik sangat berguna bagi peserta pelatihan untuk dapat mengevaluasi diri sampai sejauh mana hasil usaha yang dilakukan dan akan mempercepat proses pembelajaran.

5.     Melaksanakan Program
Suatu program pengembangan sumber daya manusia yang baik akan gagal apabila manajemen tidak mampu meyakinkan peserta akan manfaat program-program tersebut. Peserta harus mempunyai keyakinan bahwa program-program tersebut akan mampu membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuan pribadi dan profesional mereka.
Disadari bahwa tidak mudah mengimplementasikan program-program pengembangan ini. Adapun penyebabnya adalah para manajer cenderung berorientasi pada aksi/tindakan dan kurang memberikan perhatian pada pengembangan sumber daya manusia. Penyebab lainnya adalah kurangnya pelatih yang berkualitas. Berkualiatas dalam konteks ini adalah mereka yang selain mempunyai keahlian dalam hal komunikasi, juga harus mengetahui filosofi organisasi, tujuan organisasi, organisasi formal dan informal, tujuan-tujuan program pelatihan. Hambatan lainnya adalah penyimpanan catatan (record keeping). Catatan prestasi ini harus dibuat sedemikian rupa
Suatu program baru harus dimonitor secara hati-hati, terutama pada saaat program tersebut baru dimulai. Seperti diketahui bahwa pelatihan berkaitan dengan perubahan dimana sebagian pegawai mungkin akan menolak perubahan yang terjadi, sebagaian lain mungkin akan menunggu dan berharap agar program tersebut gagal. Umpan balik dari peserta sangatlah penting dalam tahap ini. Semakin cepat masalah dipecahkan akan semakin besar peluang program tersebut untuk sukses.
Dalam pelaksanaan program perlu diperhatikan pengunaan metode. Pada dasarnya banyak metode yang dapat digunakan dalam pengembangan sumber daya manusia, namun demikian penggunaannya harus disesuaikan dengan jenis program pengembangan yang diselengarakan. Satu metode mungkin baik untuk satu jenis program, akan tetapi belum tentu baik untuk program yang lainnya. Dari berbagai metode yang ada, yang paling umum digunakan adalah training/pelatihan.
Selain apa yang telah diuraikan di atas, dalam pelaksanaan program pelatihan dan/atau pengembangan, perlu juga diperhatikan pemilihan dan penggunaan media. Seperti juga metode, organisasi dihadapkan pada berbagai pilihan dalam menggunakan media. Media yang dimaksudkan disini adalah metode-metode khusus dalam mengkomunikasikan ide-ide dan konsep-konsep dalam pelatihan dan pengembangan. Media ini termasuk video tape, film, closed-circuit television, slide projector, overhead projector, flipcharts, dan chalkboards.
6.     Mengevaluasi Program
Tahap akhir dalam proses pengembangan sumber daya manusia adalah mengadakan evaluasi atas program-program yang dilaksanakan, mengukur sejauh mana kefektifan program telah dicapai. Tahap ini merupakan tahap yang penting karena akan menunjukkan sejauh mana manfaat yang didapatkan oleh organisasi melalui program-program tersebut. Oleh karena itu departemen Pengembangan SDM harus mendokumentasikan upaya tersebut dan menunjukkan pada manajemen bahwa usaha tersebut benar-benar merupakan usaha yang memberikan manfaat bagi organisasi.
Pada dasarnya, evaluasi atas suatu program pengembangan harus meliputi beberapa aspek aspek, yaitu (1) tanggapan peserta atas program yang dijalankan, (2) sejauh mana peserta telah mempelajari dan menguasai materi yang diberikan, (3) kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan baru yang telah diperoleh dan (4) apakah tujuan program pengembangan yang dicanangkan telah tercapai.
Evaluasi suatu program dengan menanyakan kepada peserta merupakan suatu pendekatan yang realtif murah dan merupakan respon serta saran yang segera dalam peningkatan program pengembangan selanjutnya. Namun demikian evaluasi dengan cara ini terkadang lebih didasarkan kepada pendapat peserta dibandingkan dengan fakta, karena terkadang pertanyaan yang diajukan sebetulnya tidak dapat dijawab dengan segera. Evaluasi atas materi yang didapat selama mengikuti program pengembangan dengan jalan melakukan pretest – posttest yaitu suatu metode penggunaan test yang sama yang diberikan sebelum dan sesudah program pengambangan. Perbandingan hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai gambaran sejauh mana materi telah dipahami oleh peserta. Cara lain yang dapat dilakukan adalah control group design, yaitu dengan cara menguji kelompok pegawai yang mengikuti program pengembangan dan kelompok pegawai yang tidak mengikuti program pengembangan. Hasil yang didapat dari kedua kelompok dapat dijadikan gambaran sejauh mana materi dapat dipahami.
Evaluasi atas kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh dapat dilihat/diamati dari perilaku pegawai yang telah mengikuti program ketika ia kembali ke tempat kerja. Jika seorang pegawai mengikuti program pelatihan mengenai pendelegasian wewenang akan tetapi ketika kembali ke tempat kerjanya ia tetap dengan pola lama yang telah ia ikuti selama bertahun-tahun tanpa delegasi wewenang, dapat dikatakan yang bersangkutan gagal memahami isi seminar sehingga organisasi tidak mendapat kontribusi apapun.
Evaluasi atas tujuan program pengembangan dapat dilihat dari kinerja organisasi. Misalnya suatu program pelatihan bertujuan untuk meminimalisir tingkat kesalahan dalam pengerjaan suatu produk. Jika setelah pelatihan berakhir dan diimplementasikan dalam pekerjaan ternyata tingkat kerusakan tetap sama, dapat dikatakan program tersebut kurang memberikan dampak yang berarti pada organisasi. Selain itu mungkin saja suatu aspek meningkat setelah pegawai mengikuti program pelatihan akan tetapi aspek lain justru mengalami penurunan.
Sementara itu evaluasi pelatihan menurut Marchington and Wilkinson (1996), bersumber dari hasil pemikiran Kirkpatrick (1972) yang membagi evaluasi ke dalam 4 (empat) tingkatan, yaitu reaction, immediate, intermediate, and ultimate level.
d.      Reaction level
Mengukur apa yang peserta pelatihan rasakan mengenai pelatihan yang mereka ikuti. Pada dasarnya tidak ada studi yang membuktikan bahwa reaksi peserta yang baik akan meningkatkan kinerja pegawai, namun demikian dapat diasumsikan bahwa apabila peserta merasa puas dengan program pelatihan yang mereka ikuti, maka mereka akan mengaplikasikan apa yang mereka dapat dalam pelatihan ke lingkungan kerja.
Namun demikian, Frances dan Bee (1995) berpendapat bahwa reaction level hanya sebagian dari gambaran evaluasi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa reaction level tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai apakah pelatihan yang diberikan mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak atau apa yang telah didapat dari pelatihan, atau bagaiman apengaruhnya terhadap kinerja pegawai/organisasi.
e.       Immediate level
Mengukur mengenai apa yang telah dipelajari oleh peserta dari pelatihan yang diselenggarakan. Menurut Frances dan Bee (1995) ada dua tipe immediate level. Yang pertama mengukur apakah tujuan pelatihan telah tercapai. Sedangkan yang kedua mengukur apa yang telah dicapai dari pelatihan. Oleh karena itu penilaian sebelum dan sesudah pelatihan perlu dilakukan, sehingga akan terlihat hasil dari pelatihan yang diselenggarakan.
f.        Intermediate level
Mengukur efek pelatihan terhadap kinerja. Dengan kata lain evaluasi ini ingin melihat apakah ada peningkatan dalam kinerja atau tidak atau sejauh mana peningkatan kinerja setelah pelatihan selesai dilakukan. Selanjutnya, evaluasi ini menilai apakah gap yang ada telah berhasil dijembatani. Namun demikian, Frances dan Bee (1995) menilai bahwa masih ada beberapa masalah jika tidak ada indikator kinerja yang ditentukan sejak awal dan level pra-pelatihan tidak diukur.
g.      Ultimate level
Mengukur/menilai hasil pelatihan pada kinerja organisasi secara keseluruhan. Level ini terutama berkaitan dengan bagaimana para pegawai mengerjakan pekerjaan mereka. Dengan kata lain ultimate level melihat pada hasil perubahan kinerja yang berdampak pada kinerja organisasi. Melihat rumitnya level ini, para ahli sepakat menilai bahwa level ini adalah level yang paling sulit untuk dilaksanakan. Frances dan Bee (1995:257) mengemukakan tiga alasan mengapa level ini sangat sulit untuk dilakukan/dievaluasi. Pertama, tidak adanya ukuran yang jelas. Kedua, ada beberapa faktor lain selain pelatihan yang dapat mengintervensi dan mempengaruhi hasil evaluasi. Ketiga, ukuran kinerja sering berkaitan dengan seluruh unit. Jika pelatihan tidak diarahkan/diberikankepada seluruh pegawai dalam unit yang bersangkutan, maka akan sangat sulit untuk mengidentifikasi efek pelatihan terhadap individu atau kelompok pegawai yang telah mendapat pelatihan.
Selain apa yang telah diuraikan oleh Kirkpatrick, Reilly dan Clarke (1990:120-121) membagi evaluasi menjadi tiga jenis evaluasi, yaitu in-course evaluation, end-of-course evaluation, and long-term evaluation.
  1. In-course evaluation
Kadang-kadang terlihat agak tumpang tindih dengan fungsi monitoring. Karena evaluasi tipe ini berusaha untuk mencek secara teratur mengenai apakah pelatihan berjalan dengan benar. Cara yang biasanya dilakukan adalah dengan mengadakan monitoring per hari atau per minggu dengan jalan memberikan kuesioner atau mereview setiap sesi yang telah dijalani. Keuntungan tipe ini adalah, penyelengara akan mengetahui dengan cepat masalah-masalah yang berkembang dan ketidakpuasan yang dialami peserta.
  1. End-of-course evaluation
adalah tipe evaluasi yang paling umum dalam setiap program pelatihan. Validasi pada umumnya termasuk evaluasi tipe ini. Tujuan evaluasi ini adalah untuk menilai tercapai tidaknya tujuan yang telah disebutkan sebelumnya. Sarana yang digunakan untuk menilai pemahaman partisipan pada umumnya adalah ujian, essay, dan praktek dengan berbagai variasi. Selain itu, pernyataan partisipan tentang apakah mereka mempertimbangkan tujuan dan sasaran yang telah tercapai juga termasuk validasi. Saran lain yang paling umum adalah menggunakan kuesioner. Kadang-kadang penggunaan kuesioner diikuti dengan diskusi tentang respon/ tanggapan dari partisipan. Namun demikian, penggunaan kuesioner ini seringkali kurang efektif, karena cencerung menghasilkan evaluasi yang bersifat menyenangkan penyelenggara (happy sheet).


  1. Long-term evaluation
adalah yang paling dipercaya sebagai satu-satunya yang paling bernilai. Namun demikian, diakui sangat sulit untuk mengukur kinerja partisipan setelah mereka kembali ke pekerjannya masing-masing. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh partisipan itu sendiri. Sangat mudah untuk melupakan apa yang telah didapatkan dari pelatihan segera setelah selesai mengikuti pelatihan.

1 komentar: